sultan jambi
Masa berdirinya Kerajaan Malayu di Pulau Sumatera hampir sama dengan kerajaan sriwijaya . yang Letak dua kerajaan relatif tidak jauh. Pada umumnya, kerajaan ini dibedakan atas dua periode, yaitu Kerajaan Malayu Tua pada abad ke-7 yang berpusat di Minanga Tamwa, dan Kerajaan Malayu Muda pada abad ke-13 yang berpusat di Dharmasraya.
Kerajaan Malayu Tua atau Melayu Kuno sering disebut sebagai Kerajaan Malayu Jambi. Ibukotanya di Minanga Tamwa atau sekarang di sekitar Muara Tebo (atau Kabupaten Tebo di Provinsi Jambi. Sedangkan Kerajaan Malayu Muda sering pula disebut dengan nama Kerajaan (Malayu) Dharmasraya, dengan ibukota Dharmasraya. Lokasinya diperkirakan terletak di selatan Kabupaten Sawah Lunto, Sumatera Barat dan di utara Jambi
Ada beberapa perbedaan pendapat tentang pusat pemerintahan Kerajaan Malayu. Para pakar menyebutkan bahwa pelabuhan Kerajaan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi.
Prasasti Tanyore menyebutkan bahwa ibu kota Kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. Profesor Slamet Muljana seorang pakar sejarah berpendapat bahwa istana Malayu terletak di Minanga Tamwa sebagaimana yang tertulis dalam Prasasti Kedukan Bukit.
Kerajaan Malayu ditaklukan oleh sriwijaya terjadi pada tahun 683. Setelah itu jalur pelayaran perdagangan di Selat Malaka yang sebelumnya dikuasai Malayu pun dipegang oleh Sriwijaya.
Munculnya Raja Baru
Pada tahun 1025, setelah kekuatan Sriwijaya melemah akibat serangan bertubi-tubi Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India Selatan, maka Kerajaan Malayu menyoba memisahkan diri. Hal ini ditandai dengan munculnya raja-raja yang dikenal sebagai wangsa (dinasti) Mauli.
Pada tahun 1025, setelah kekuatan Sriwijaya melemah akibat serangan bertubi-tubi Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India Selatan, maka Kerajaan Malayu menyoba memisahkan diri. Hal ini ditandai dengan munculnya raja-raja yang dikenal sebagai wangsa (dinasti) Mauli.
Prasasti tertua yang pernah ditemukan di atas nama raja Mauli adalah Prasasti Grahi yang di temukan di perbatasan Kamboja pada tahun 1183. Prasasti itu menyebut nama Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa.
Prasasti kedua berselang lebih dari satu abad kemudian, yaitu Prasasti Padangroco tahun 1286. Prasasti ini menyebut adanya seorang raja bernama Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. Ia mendapat kiriman arca Amoghapasa dari atasannya, yaitu Raja Kertanagara dari Kerajaan Singhasari di Pulau Jawa. Arca tersebut kemudian diletakkan di kota Dharmasraya.
Setidaknya dari dua prasati itu disebutkan nama dua orang raja.
Yang menarik, adalah soal Prasati Grahi di perbatasan Kamboja. Artinya kekuasaan Malayu bisa mencapai negeri yang jauh menunjukkan bahwa mungkin saja pada masa itu Kerajaan Malayu sudah bangkit dan membebaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Bahkan lebih dari itu, mulai kembali menguasai Sriwijaya dan jalur pelayaran-perdagangan di kawasan Selat Malaka.
Pada tahun 1275 raja Kerajaan Singhasari di Pulau Jawa yang bernama Kertanagara memutuskan untuk menguasai lalu lintas perdagangan Selat Malaka. Selain itu ia ingin membendung kekuatan Khubilai Khan atau bangsa Mongol.
Ekspidisi Pamalayu
Utusan damai segera dikirimkan ke Malayu. Namun karena raja Malayu menolak hal tunduk kepada Singhasari, Kertanagara lantas mengirim pasukan untuk menyerang Sumatra. Serangan tersebut terkenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu II yang dipimpin oleh Senopati Mahisa Anabrang (disebut juga Kebo Anabrang, atau Lembu Anabrang).
Utusan damai segera dikirimkan ke Malayu. Namun karena raja Malayu menolak hal tunduk kepada Singhasari, Kertanagara lantas mengirim pasukan untuk menyerang Sumatra. Serangan tersebut terkenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu II yang dipimpin oleh Senopati Mahisa Anabrang (disebut juga Kebo Anabrang, atau Lembu Anabrang).
Pasukan Kebo Anabrang mendarat dan merebut pelabuhan Malayu di Jambi. Kemudian merebut daerah Kuntu–Kampar. Terakhir, Kebo Anabrang berhasil menguasai ibu kota Malayu, Dharmasraya.
Tidak diketahui dengan pasti kapan istana Dharmasraya jatuh ke tangan pasukan Singhasari. Prasasti Padangroco tahun 1286 hanya menyebutkan tentang pengiriman arca Amoghapasa sebagai hadiah Singhasari untuk ditempatkan di Dharmasraya. Dalam prasasti itu, Tribhuwanaraja bergelar maharaja, sedangkan Kertanagara bergelar maharajadhiraja, sehingga terbukti kalau saat itu Kerajaan Malayu telah menjadi taklukan Singhasari.
Hanya ada sedikit catatan sejarah mengenai Dharmasraya saat itu. Hanya rajanya diketahui bernama Shri Tribhuana Raja Mauliwarmadhewa (1270-1297). Ia menikah dengan Puti Reno Mandi. Sang raja dan permaisuri memiliki dua putri bernama Dara Jingga dan Dara Petak
Tahun 1293 pasukan Kebo Anabrang kembali ke Jawa. Dara Jingga dan Dara Petak dibawa serta. Keduanya dipersembahkan kepada Raden Wijaya menantu Kertanagara. Kertanagara sendiri telah meninggal setahun sebelumnya. Sementara Kerajaan Singhasari telah berubah menjadi Kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya merupakan raja pertama Kerajaan Majapahit. Ia mengambil Dara Petak sebagai istri yang kemudian melahirkan Kalagemet atau Jayanagara. Putranya itulah yang kemudian menjadi raja kedua Majapahit.
Sementara itu, untuk Dara Jingga ada beberapa catatan. Ada yang menyebutkan, ia dinikahkan dengan Adwayawarman atau Adwayabrahma salah satu menteri penting di Kartanegara yang mengawal arca Amoghapasa pada tahun 1286 di Dharmasraya. Satu versi lain adalah, ia dinikahkan dengan Kebon Anabrang. Namun yang jelas dari pernikahan Dara Jingga itulah lahir Adityawarman Mauli Warmadewa.
Adityawarman kemudian mendirikan Kerajaan Malayapura di Pagaruyung. Sedangkan Dharmasraya dipegang oleh Maharaja Mauli, yaitu keturunan Tribhuwanaraja lainnya.
Kitab Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 menyebut Dharmasraya sebagai salah satu di antara sekian banyak negeri jajahan Kerajaan Majapahit di Pulau Sumatera. Setalah Gajah Mada meninggal tahun 1364, negeri-negeri jajahan di Sumatera berusaha untuk memerdekakan diri dengan meminta bantuan Kerajaan Ming di Cina. Akan tetapi, Maharaja Hayam Wuruk yang saat itu masih berkuasa di Majapahit berhasil menumpas pemberontakan Pagaruyung, Palembang, dan Dharmasraya pada tahun 1377.
0 Response to "Kerajaan Jambi (malayu tua)"
Posting Komentar